Sajak-sajak ini sebahagiannya mungkin sukar dimengertikan kerana kebanyakan bait ayatnya tidak sampai pada penghujung maknanya. Ia sekadar bait kata yang terilham pada sinar mata yang memandang, kaki yang melangkah dan jiwa yang pasrah. InsyaAllah, seperti biasa, puisi tidak mati begitu sahaja melainkan ia akan berubah dan diubah mencari makna yang sebenar.
(Gambar: Kehalusan seni bina di al Hambra yang masih boleh disaksikan)
Salam buat Andalucia
Yang sepi untuk sekian waktu
Mimpi kami terlalu lewat
Sekadar menumpang rindu semalam
Pada suara sang singa yang hilang
Tidak lagi mengalir air bukit itu
Pada celah taringnya
Dan sang singa terus menangis
Al Hambra Yang Sepi
Panas mentari tengahari
Dan dingin pagi hari
Adalah saat-saat
Yang berlalu sepi
Biar sejuta
Yang ingin memberi saksi
Pada indahnya seni
Kukuh berdiri
Istana penguasa negeri
Al Hambra terus sepi
Meski turun salji berkali-kali
Dan bunga berputik pada
Rumput yang kering
Daun yang luruh
Berterbangan melayang bersama
Angin yang datang
Dan musim kemarau datang kembali
Al Hambra terus sepi
Di pintu al Hambra aku bangun
Berdiri memandang ke belakang
Silam yang berlalu
Berkurun-kurun tanpa suara
Telah kering darah itu
Seperti telah mati
Selamat tinggal al Hambra
Tinggal dikau bumi yang sendiri
Dan aku pasti kembali!
Pada Kota Alcazaba kukuh
Berdiri di hujung kaki Seirra Nevada
Megah memandang lautan Mediterranean
Yang kebiruan
Berhentilah merintih
Kerana kota yang kukuh ini
Rapuh pada iman
Lemah pada musuh
Berkali seteru bersilih ganti
Kibar panji kemegahan
Semboyan ke seluruh penjuru alam
Segagah kukuhnya Sierra Nevada berdiri
Seluas padangan lepas ke lautan Mediterranean
Yang membiru
Pinggir laut keras berbatu
Dan rimbunan pepohon zaitun
Sinar mentari pada bunganya di bumi
Angin kering berlalu merentas
Seharum wangi bunga al Hambra
Sesegar tumbuhan menjalar di pinggir
Taman
Dan air bukit terus mengalir
Seharusnya aku menangis
Menitis air mata
Pada lantai masjid Cordoba
Atau setidak-tidakknya
Hati ini meruntun
Pilu pada mihrab indah
Yang berpagar dengan besi keluli
Memisahkan imam dengan jamaahnya
Seharusnya aku menangis
Dan membiarkan air mata
Itu mengalir
Atau setidak-tidaknya
Mata aku bergenang jua
Kilau bersinar rindu
Pada suara Tariq Ibnu Ziad
Di celah-celah
Kilauan pedang Tariq ibnu Ziad
Membenam malam yang panjang
Hingga terpercik cahaya di ujung ufuk pagi itu
Menyinar Eropah yang tidur
No comments:
Post a Comment